Sejarah Sunan Gunung Jati

         


Pada akhir abad ke-15. perang berkecamuk di malaka, suatu pe-perangan antara Sultan Mahmud Syah yang mempertahankan wilayah kekuasaannya dengan bangsa pendatang portugis. Bola api dan peluru meriam mewarnai langit di tengah samudra antara semenanjung Malaya dan pulau Sumatra. Air laut kerbau amis darah manusia yang bertempur mati-matian itu, Jerit tangis serdadu yang terluka, tenakan amarah, dan pekik kematian terdengar siang dan malam. Tak terbayangkan sudah berapa banyak mayat yang diceburkan ke laut menjadi santapan ikan, Mereka gugur dalam membela haknya masing-masing yang harusnya tidak perlu terjadi.

       Sementara itu si daratan Semenanjung Malaya , tepatnya di sekitar wilayah Kesultanan Malaka pasukan  Portugis mendesak tentara Sultan Mahmud, Dengan paksa mereka hendak merebut kedaulatan dan ke-merdekaan rakyat Malaka di bawah pimpinan Sultan itu, Ketentraman rakyat telah terganggu selama ini yang diakibatkan oleng perang.                                                         

  Rakyat malaka yang sebagian besar memeluk agama islam, menjadi porak-poranda, kehidupan bandar yang semula ramai oleh suasana jual beli secara damai nampak mulai mencekam, Api dan asap mewarnai setiap tempat, Mayat-mayat banyak yang bergelimpangan Jerit tangis wanita dan anak-anak terdengar sangat mengerikan, Mereka menjerit karena ditinggal mati oleh ayah dan suami mereka, Masa depan telah menjadi suram oleh asap perang.

      Pasukan portugis dengan senjata modemnya terus mendesak pasukan Malaka, Mereka tidak segan-segan  menganiaya bahkan membunuh orang-orang yang tidak berdosa sekalipun,  Memang demikianlah resiko suatu perang, Perang itu kejam dan jahat, dan semua itu dirasakan oleh seluruh rakyat Nusantara, Khususnya rakyat Malaka.

      kedudukan pasukan Malaka makin hari semakin terdesak, Kekuatan yang mereka miliki semakin berkurang, Dan akhirnya pada tahun 1511 tentara Portugis berhasil merebut malaka, Bandar yang sangat ramai di kunjungi oleh para pedagang Islam itu.

     pasukan Portugis dengan senjata modemnya terus mendesak pasukan Malaka, Mereka tidak segan-segan menganianya bahkan membunuhorng-orang yang tidak berdosa sekalipun, memang demikianlaah resiko suatu perang, Perang itu kejam dan jahat, Dan semua itu dirasakan oleh rakyat Nusantara Khususnya rakyat Malaka.

Kedudukan pasukan Malaka makin hari makin semakin tersedak, kekuatan  yang mereka miliki semakin berkurang, dan akhirnya pda tahun 1511, tentara portugis berhasil merebut Malaka, banda yang sangat ramai dikunjungi oleh pra pedagang Islam iyu.

      Dalam kekalahnya, Sultan Mahmud  Syah bersama sisa-sisa pengawalnya  melarikan diri ke  Pulau bintan , kemudian ke kampar di Sumatra yang akhirnya meninggal dunia pada tahun 1526.

  sejak Malaka jatuh ke tangan bangsa Portugis, banyak pedagang-pedagang Islam yang tidak mau lagi berniaga di malaka , Mereka menganggap Portugis adalah musuh dalam agama dan musuh pula dalam perdagangan Mereka kini pada berlari ke perairan indonesia, lainnya ke Aceh, kemudian ,Mereka  menyusuri pantai sampe ke banten dan pulau jawa Perairan indonesia menjadi  sangat ramai karenanya , aceh mulai tumbuh menjadi kesultanan yang kuat Kedudukan kerajaan Majapahit yang semakin mundur membuat aceh melepaskan diri dari kekuasaannya dan segera berdiri menjadi negara islam yang kuat.

Aceh telah berusaha berkali-kali mengusir portugis di malaka namun usahanya itu selalu gagal , dan Aceh juga ternyata berusaha menundukan kekuasaab di Sumatra seperti Pasai, Tapanuli dan daerah pesisir Minangkabau. Aceh tidak mungkin mampu melayani musuh sebanyak itu, keserakahan sering membuat hancurnya Suatu cita-cita.

     Adalah pada waktu itu, di sebuah desa di wilayah kesultanan Pasei ada orang pemuda, Syarif Hidayatullah namanya, ia adalah seorang pemuda yang sangat tekun dan memandang jauh cita-cita  di masa depan, ia banyak membaca kejadian-kejadian di sekitarnya seperti perang Malaka-Poertugis, perang aceh, runtuhnya Kerajaan Majapahit dan lain sebagainya, Dan keseluruhannya itu dicamkan di dalam hati dengan suatu tekad bahwa ia ingin tampil sebagaiu pemuda yang berguna bagi bangsanya, Syarif Hidayattullah tahu bahwa pasei adalah tanah airnya yang pertana kali memeluk apa-apa